Pages

Senin, 04 Juli 2011

ATURAN KEPEMILIKAN SENJATA


Aturan Kepemilikan Senjata berburu.

aturan aturan pemilikan senjata berburu

1. senjata senapan angin kaliber 4.5mm / .177
2. senjata senapan PCP kaliber 4.5
3. Senjata Api.
4. Crosbow - setahu saya dilarang
5. Panah mekanik dan panah tradisional.
6. Senjata Airsoft - menurut UU malah mesti pakai ijin, atau benda koleksi yang menyerupai senjata api.
7. SLingshot
8. menurut UU menhut, ada musim berburu dari maret samapi oktober di semua taman buru. ijinnya dimintakan ke pemda setempat - nah ini yang ndak jelas, kemana dimana dan biayanya.
9. Hunting license, menurut UU nya, hunting license harus ditunjukkan ketika mengajukan ijin buru, nah apa menjadi anggota perbakin atau yang lainnya menjadikan seorang pemburu mendapatkan ijinnya, lalu standarisasinya apa?



Berburu memang masih menjadi kegiatan eksklusif. Tak banyak orang yang menggeluti hobi satu ini. Selain harus punya kesiapan fisik prima dan naluri, juga diperlukan biaya tak murah. Terutama untuk menyediakan perlengkapannya, seperti senapan.  Tak heran jika kalangan tertentu yang menggeluti kegiatan tersebut. Utamanya kalangan eksekutif berduit, serta keluarga ABRI. Sebab tak sembarang orang bisa mendapatkan izin pemilikan senjata api. Bagi mereka, berburu telah menjadi olahraga, rekreasi, dan belakangan bahkan ada yang meliriknya sebagai lahan bisnis. Tapi yang pasti, mereka yang suka bertualang dan tantangan.
Tak sedikit para eksekutif muda yang tergabung dengan klub menembak dan melakukan kegiatan berburu. Di Jakarta saja kabarnya tercatat hampir 60 klub yang menjadi wadah dalam menyalurkan hobi berburu.
”Sekarang ini tidak mudah untuk menjadi seorang pemburu. Karena berdasarkan peraturan yang dikeluarkan sejak 1994, Perbakin tidak boleh menerima anggota,” kata Drs H R Sulistyanto, Sekretaris Umum (Sekum) Pengda Perbakin DKI Jaya.
Itu dikarenakan banyaknya orang yang tak tahu apa berburu itu. ”Bayangan mereka, berburu adalah sekadar memburu binatang buas,” ujarnya. Padahal, di balik itu masih banyak syarat yang harus dipenuhi. Selain itu dampak dari berburu yang dilakukan terus menerus adalah kerusakan lingkungan. Itu mendorong pemerintah membuat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh pemburu.
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana seorang menjadi pemburu harus diketahui dulu aturan-aturan mainnya. Satu hal mendasar dalam melakukan kegiatan berburu adalah mempunyai senjata api.
Memiliki senjata api sangatlah tidak mudah. Beberapa persyaratan harus dipenuhi secara mutlak. Misalnya surat kepemilikan senjata api, masuk klub yang tercatat dalam Perbakin, serta tidak terlibat dalam organisasi terlarang. Setelah semua persyaratan terpenuhi, baru keluar izin untuk memiliki senjata api.
Untuk memiliki sebuah senjata api, seseorang harus mengeluarkan biaya kira-kira sebesar Rp 7,5 juta-15 juta, plus Rp 2,5 juta untuk mendapatkan izin senjata.
Cukup? Rupanya belum. Mereka belum pas kalau tak melengkapi senapannya dengan teleskop dan tali. Semakin tinggi mutu tali, harganya jelas kian mahal. Selain itu, untuk modifikasi senapan agar memiliki akurasi tinggi dan berpenampilan trendyy, biayanya bisa mencapai 16 juta. Padahal, untuk sekali berburu saja minimal membawa dua sampai empat senapan.

          Setelah persiapan senjata beres, masih perlu lagi biaya yang besar untuk menyediakan sarana penunjang. Mulai dari kendaraan, makanan, perlengkapan memasak, tidur, sampai perlengkapan untuk mobil. Karena berburu biasanya dilakukan jauh di luar kota. Itu berarti jauh dari bengkel dan pompa bensin. Sehingga semua kebutuhan harus disediakan sebelumnya.
Memang ada juga risiko menenteng terlalu banyak bahan bakar keluar masuk hutan. Tapi tak ada pilihan lain, daripada tidak bisa pulang. Tak berlebihan para pemburu yang sedang beraksi ibarat orang mau pindah rumah. Faktor keamanan merupakan prioritas. Risiko sekecil apa pun harus diantisipasi. Salah-salah diri mereka sendiri, bukan binatang buruan yang jadi korban. Mereka misalnya, meski menyiapkan alat pemadam kebakaran yang bisa dibawa-bawa.
Belum lagi persiapan mental dan fisik. Sebab sebuah perjalanan berburu bisa memakan waktu cukup lama. Meski sebenarnya, lama atau tidaknya waktu berburu relatif, karena dipengaruhi oleh jarak tempuh berburu. Bagi warga Jakarta yang berhobi berburu, ladang perburuan yang paling menantang adalah di luar Jawa. Sebut saja Sumatera, terutama di daerah Bengkulu. Dari selatan sampai utara banyak perkebunan kelapa sawit yang merupakan polulasi tertinggi babi hutan.
Selain itu, Lampung dan Batu Raja di Sumatera Selatan juga merupakan sasaran favorit. Sulawesi sebenarnya banyak menawarkan daya tarik tak kalah hebat. Tapi karena alasan jarak dengan, Sumatera tetap paling menggiurkan.
Pertimbangan jarak juga menjadi faktor menentukan ketika mereka memilih berburu di Pulau Jawa. Yakni yang dekat dengan Jakarta, seperti beberapa kawasan di Jawa Barat (Jabar)– Malimping, Ciwaru-Ujung Genteng, Jati luhur-Purwakarta dan Pameungpeuk-Garut.
Apalagi di kawasan tersebut memang ada tempat wisata berburu. Hanya saja, kurang menantang. Selain medannya yang tak lagi ”perawan”, binatang yang dijadikan sasaran tidak banyak.
         Biasanya sebuah perburuan dilakuakn dalam satu grup dengan beberapa mobil. Satu mobil biasanya di isi oleh dua atau tiga orang, dua penembak, sopir, satu juru lampu dan seorang pemandu. Sebagai sebuah tim, kelimanya harus kompak karena kekompakan akan berpengaruh pada keberhasilan si penembak sasaran.
Pemandu sangat diperlukan sebagai penunjuk jalan. Sebagai ”navigator” dia bisa mengetahui mana tempat berburu yang aman dan banyak babi hutannya. Tidak mudah dan tidak murah, memang.


2 komentar:

bener Gan... terima kasih atas pencerahannya,, memang perundang-undangan perburuan harus di tertibkan untuk menjaga ekosistem hewani..
Salam Jual Senapan Angin PCP Terbaik

Posting Komentar